Bab 5 Cinta Terlarang Mertua dengan Menantu
Bab 5 – Dilema yang Menghimpit
Beberapa hari terakhir, Andini mulai menjaga jarak. Ia menghindari momen berduaan dengan Pak Surya. Kalau sedang di dapur, ia pastikan pintu terbuka. Kalau Pak Surya ada di ruang tamu, ia memilih berada di kamar atau halaman depan.
Namun semakin ia mencoba menjauh, semakin sering pikiran tentang pria itu menghampirinya.
Tatapan hangat, bisikan di dapur, cara Pak Surya memandangnya seperti ia satu-satunya orang yang mengerti… semua itu justru membayang lebih jelas setiap kali ia sendirian.
Suatu sore, Andini duduk di balkon lantai dua. Angin sore bertiup lembut, membawa aroma bunga melati dari taman. Ia menatap matahari yang mulai turun, semburat jingga melapisi langit. Dalam hening, ia menulis di buku harian:
“Aku merasa terjebak. Ini bukan cinta, bukan pula sekadar rasa kagum. Ini semacam tarikan yang tak bisa dijelaskan. Tapi bagaimana jika semua ini hanya karena aku merasa kesepian saat Bagas sering pergi? Apa aku hanya mencari sosok yang hadir?”
Suara pintu balkon membuatnya menoleh. Pak Surya berdiri di sana, masih mengenakan kemeja kerja, dasinya sudah dilepas. “Boleh aku duduk?” tanyanya.
Andini ragu sejenak, lalu mengangguk. Ia menutup buku harian dan meletakkannya di samping.
Mereka duduk dalam diam. Hanya suara burung sore yang terdengar. Pak Surya menatap langit, lalu berkata pelan, “Kau tahu, Andini… kadang hidup menempatkan kita pada pilihan yang sama-sama menyakitkan.”
Andini mengernyit. “Maksud Bapak?”
Pak Surya menoleh, matanya dalam. “Seperti… ketika hati kita condong pada sesuatu yang tak boleh kita miliki. Kita tahu itu salah, tapi justru semakin kita menahan, semakin berat rasanya.”
Kata-kata itu menusuk Andini. Ia mencoba menjaga nada suaranya tetap stabil. “Kalau begitu… bukankah seharusnya kita menjauh?”
Pak Surya tersenyum pahit. “Ya. Tapi menjauh bukan berarti perasaan itu hilang.”
Andini menghela napas. Hatinya terasa seperti diikat tali yang ditarik dari dua arah — satu oleh kesetiaannya pada Bagas, dan satu lagi oleh perasaan yang mulai tumbuh diam-diam.
Hari itu berakhir tanpa jawaban. Namun Andini tahu, jika ia tidak menemukan cara untuk memutus tali itu, suatu hari tali itu akan putus dengan sendirinya… dan ia tak yakin siap menghadapi akibatnya.
